Kata pengantar

اَلسَلَامُ عَلَيْكُمْ وُرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُةُ

اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَـالَمِيْنَ،وَالصَّـلَاةُ وَالسَّـلَامُ عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَعَلى الِه وَصَحْبِه اَجْمَعِيْنَ ، أَمَّــــابَعْدُ

Segala puji bagi allah tuhan seluruh alam, sholawat dan salam moga senantiasa tercurah kepada jungjungan kita suritauladan kita nabi muhammad saw moga kita senantiasa di beri kesehatan dan kekuatan untuk istiqomah serta konsisten mengikuti syariatnya hingga akhir hayat nanti dan kepada keluarganya sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti syariatnya hingga akhir zaman a..mi..in.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa blog ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan masukan, saran dan kritik dari para pembaca yang bijaksana.

Mudah-mudahan blog yang sederhana ini mendapat ridlo allah swt, dan bermanfaat khususnya bagi penyusun dan pembaca pada umumnya, segala kekhilafan, kekurangan serta kekeliruan semata-mata hanya keterbatasan penyusun selaku manusia dan hanya allah yang maha mengetahui segala sesuatunya.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وُرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُةُ

Cikarang, 17 Rojab 1436H

05 Mei 2015M

Editor/Penyusun


M.Ruslan AG Ma’ruf

Selasa, 17 November 2015

Pengertian Sujud Tilawah

Sujud tilawah

Sujud tilawah (Arab, سجود التلاوة) adalah gerakan sujud yang dilakukan ketika membaca ayat sajadah dalam Quran. Sujud tilawah terdiri dari sekali sujud. Sujud tilawah dapat dilakukan di saat sedang melakukan shalat atau di luar shalat. Sujud tilawah adalah ibadah yang disyariatkan oleh Rasulullah berdasarkan pada hadits-hadits sahih. Hukumnya sunnah muakkad menurut madzhab Syafi'i, Hanbali, Maliki dan wajib menurut madzhab Hanafi.

DAFTAR ISI

1.                   Pengertian Sujud Tilawah
2.                   Dalil Dasar Sujud Tilawah
3.                   Hukum Sujud Tilawah: Sunnah Dan Wajib
4.                   Syarat Sujud Tilawah
5.                   Bacaan Sujud Tilawah
6.                   Cara Sujud Tilawah Di Luar Shalat
7.                   Cara Sujud Tilawah Saat Shalat
8.                   Ayat-Ayat Sajadah Dalam Quran
9.                   Waktu Makruh Melakukan Sujud Tilawah

PENGERTIAN 

Secara etimologis (lughawi) ia adalah masdar (verbal noun) dari fi'il madhi sa-ja-da. Asal dari sujud adalah merendahkan diri pada Allah. Dalam terma syariah sujud berarti meletakkan dahi atau sebagiannya pada bumi atau sesuatu yang berhubungan dengannya.

Sedangkan sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan karena membaca salah satu ayat Quran yang mengandung sajadah. Sujud tilawah tidak diawali dengan takbirotul ihrom dan tidak diakhiri dengan salam.


DALIL DASAR SUJUD TILAWAH

- Hadits riwayat Bukhari

كَانَ النَّبِيُّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يَقْرَأُ عَلَيْنَا السُّورَةَ فِيهَا السَّجْدَةُ فَيَسْجُدُ وَنَسْجُدُ حَتَّى مَا يَجِدُ أَحَدُنَا مَوْضِعَ جَبْهَتِهِ

Artinya: Rasulullah SAW membacakan kami suatu surat, kemudian beliau bersujud dan kami pun bersujud

- Hadits riwayat Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ ، اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي يَقُولُ : يَا وَيْلَهُ وَفِي رِوَايَةِ أَبِي كُرَيْبٍ يَا وَيْلِي أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ ، وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِيَ النَّارُ 

Artinya: Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata: “Celaka aku. Anak Adam disuruh sujud, dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.

- Hadits riwayat Bukhari

عن عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رَضِي اللَّه عَنْه – قَرَأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ بِسُورَةِ النَّحْلِ حَتَّى إِذَا جَاءَ السَّجْدَةَ نَزَلَ فَسَجَدَ وَسَجَدَ النَّاسُ ، حَتَّى إِذَا كَانَتِ الْجُمُعَةُ الْقَابِلَةُ قَرَأَ بِهَا حَتَّى إِذَا جَاءَ السَّجْدَةَ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا نَمُرُّ بِالسُّجُودِ فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ ، وَلَمْ يَسْجُدْ عُمَرُ رَضِي اللَّه عَنْهم

Artinya: Dari Umar bin Khattab dia pada hari Jum’at membaca di atas mimbar surat an-Nahl, hingga bila sampai pada ayat sajdah beliau turun lalu sujud sehingga orang-orang pun sujud. Saat Jum’at berikutnya, beliau membaca lagi surat tersebut hingga sampai pada ayat sajdah, beliau berkata, ‘Wahai manusia, sesungguhnya kita melewati ayat sajdah. Barang siapa bersujud sungguh ia telah benar, dan barang siapa tidak bersujud maka tiada dosa baginya.’ Dan Umar sendiri tidak bersujud.

- Hadits riwayat Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Malik

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْرَأَهُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَجْدَةً فِي الْقُرْآنِ ، مِنْهَا ثَلَاثٌ فِي الْمُفَصَّلِ وَفِي سُورَةِ الْحَجِّ سَجْدَتَانِ

Artinya: Rasulullah saw telah mengajarkan kepadanya akan lima belas ayat sajdah dalam Al-Qur’an diantaranya, tiga ayat pada surat yang pendek dan dalam surat Al-Hajj ada dua sajdah.

- Hadits riwayat Muslim

وإذا سَجَدَ قَالَ : اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Artinya: Dan ketika sujud Nabi berdoa: Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta]

- Hadits riwayat Muslim

عَنْ أَبِي رَافِعٍ – رضي الله عنه – قَالَ : صَلَّيْتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – صَلَاةَ الْعَتَمَةِ فَقَرَأَ إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ ، فَسَجَدَ فِيهَا فَقُلْتُ لَهُ : مَا هَذِهِ السَّجْدَةُ ، فَقَالَ : سَجَدْتُ بِهَا خَلْفَ أَبِي الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَا أَزَالُ أَسْجُدُ بِهَا حَتَّى أَلْقَاهُ

Artinya: Dari Abu Rofi’, dia berkata bahwa dia shalat Isya’ (shalat ‘atamah) bersama Abu Hurairah, lalu beliau membaca “idzas samaa’unsyaqqot”, kemudian beliau sujud. Lalu Abu Rofi’ bertanya pada Abu Hurairah, “Apa ini?” Abu Hurairah pun menjawab, “Aku bersujud di belakang Abul Qosim (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) ketika sampai pada ayat sajadah dalam surat tersebut.” Abu Rofi’ mengatakan, “Aku tidaklah pernah bersujud ketika membaca surat tersebut sampai aku menemukannya saat ini.


HUKUM SUJUD TILAWAH: SUNNAH DAN WAJIB

Ulama ahli fiqih sepakat bahwa sujud tilawah itu mashruiyah (berdasarkan syariah) berdasarkan pada dalil Quran dan hadits. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam soal sifatnya apakah sunnah atau wajib.

Madzhab Syafi'i dan Hanbali berpendapat bahwa sujud tilawah adalah sunnah muakkad, tidak wajib. Madzhab Maliki menyatakan sunnah. Mereka mendasarkan pada dalil dari QS Al-Isra' 17:107-109; dan hadits dari Abdullah bin Umar yang berkata: Rasulullah pernah membaca surat yang ada ayat sajadah-nya, lalu beliau sujud dan kami ikut sujud.

Sujud tilawah menurut ketiga madzhab di atas tidak wajib karena ada hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah terkadang tidak melakukannya. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ia berkata: Aku pernah membaca Quran Surah An-Najm di depan Nabi, tapi Nabi tidak bersujud tilawah (H.R. Bukhari Muslim).

Adapun yang menganggap sujud tilawah wajib adalah madzhab Hanafi. Wajib bagi pembaca dan pendengar berdasarkan pada hadits: Sujud tilawah wajib bagi orang yang mendengar dan membacanya.


SYARAT SUJUD TILAWAH

Dalam pelaksanaan sujud tilawah ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:

1. Suci dari hadats kecil dan besar pada badan, pakaian dan tempat. Karena sujud tilawah itu seperti shalat atau bagian dari shalat maka disyaratkan seperti syaratnya shalat. Dalam sebuah hadits dikatakan: Shalat tidak diterima tanpa dalam keadaan suci.

2. Menutup aurat, menghadap kiblat, niat melaksanakan sujud tilawah.
3. Masuknya waktu sujud. Yaitu setelah selesainya atau sempurnanya membaca ayat yang mengandung sajadah. Jadi, kalau melakukan sujud sebelum ayat sajadah selesai dibaca, maka tidak sah.


BACAAN SUJUD TILAWAH

- Boleh membaca bacaan yang biasa dibaca saat sujud shalat yaitu
(سبحان ربي الأعلى) Subhana Robbiyal A'la sebanyak 3x.

- Dapat juga ditambah dengan bacaan berikut (berdasarkan hadits riwayat Tirmidzi):

سجد وجهي للذي خلقه وشق بصره وسمعه بحوله وقوته ، فتبارك الله أحسن الخالقين

- Juga disunnahkan membaca bacaan berikut (berdasarkan hadits riwayat Tirmidzi):

اللهم اكتب لي بها عندك أجراً ، وضع عني بها وزراً ، وتقبَّلها مني كما تقبَّلتها من عبدك داود عليه السلام


CARA SUJUD TILAWAH DI LUAR SHALAT

Sujud tilawah dapat dilakukan saat sedang shalat atau di luar shalat. Adapun cara sujud tilawah di luar shalat adalah sebagai berikut:

1. Niat dan Membaca takbir dan mengangkat kedua tangan untuk melaksanakan sujud sebagaimana cara mengangkat tangan saat sujud takbirotul ihrom (takbir pertama) saat shalat.
2. Lalu sujud tanpa mengangkat tangan saat turun hendak sujud.

3. Sujud hanya satu kali dan sunnah membaca "سبحان ربي الأعلى" tiga kali dan membaca doa berikut
[سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ]
4. Lalu mengangkat kepala dari sujud dengan membaca takbir.
5. Duduk tanpa membaca tahiyat (tasyahud) dan
6. Diakhiri dengan mengucapkan salam.


CARA SUJUD TILAWAH SAAT SHALAT

Kalau sujud tilawah dilakukan saat sedang shalat karena membaca ayat Quran yang mengandung sajadah, maka tatacaranya sedikit berbeda yakni tanpa diakhiri dengan salam. Detailnya sebagai berikut:

1. Niat dan Mengucapkan takbir untuk sujud
2. Saat sujud mengucapkan "
سبحان ربي الأعلى" tiga kali. Jumlah sujud hanya sekali.
3. Mengucapkan takbir saat bangun dari sujud.
4. Selesai sujud berdiri tegak kembali dan meneruskan bacaan shalat kalau masih ada ayat yang hendak dibaca. Kalau tidak ada lagi ayat yang ingin dibaca, maka ia dapat melakukan rukuk shalat.


AYAT-AYAT SAJADAH DALAM QURAN 

Ulama ahli fiqih sepakat bahwa ayat sajadah terdapat dalam 10 ayat dalam Al-Quran. Berikut ayat-ayat sajadah yang sunnah melakukan sujud tilawah setelah selesai membaca ayat tersebut.

1. Quran Surat Al-A'raf ayat 206
2. QS Ar-Ra'd ayat 15
3. QS An-Nahl ayat 49
4. QS Al-Isra ayat 107
5. QS Maryam ayat 58
6. QS Al-Haj ayat 18
7. QS An-Naml ayat 25
8. QS As-Sajadah ayat 15
9. QS Al-Furqan ayat 60
10. QS Fussilat ayat 38
11. QS Al-Haj ayat 77
12. QS An-Najm ayat 62
13. QS Al-Insyiqaq ayat 21
14. QS Al-Alaq ayat 19
15. QS Shad ayat 28


WAKTU MAKRUH MELAKUKAN SUJUD TILAWAH

Sujud tilawah makruh dilakukan pada waktu-waktu yang makruh melakukan shalat sunnah yaitu:

1. Setelah shalat subuh sampai terbit matahari.
2. Saat terbit matahari sampai naik setinggi panah atau sekitar 25 detik.
3. Saat matahari tepat berada di atas yakni sekitar 3 detik.sebelum masuk waktu dhuhur.
4. Sepertiga jam sebelum terbenam matahari.
5. Ketika terbenam matahari -

(See more at: http://www.alkhoirot.net/2013/12/sujud-tilawah.html#sthash.X61pSkgz.dpuf)

Minggu, 04 Oktober 2015

Niat Wudlu dan do'anya




BAB I THOHAROH (Bersuci)

     Jika  hendak masuk masjid dahulukanlah kaki kanan dan membeca doa.
Doa masuk masjid

اَللّهُمَّ اغْفِرْلِى ذُنُوْبِىْ وَافْتَحْ لِى اَبْوَابَ رَحْمَتِكَ

Do’a Sebelum Wudlu

بِسْمِ اللهِ ، اَلْحَمْدُللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْمَآءَطَهُوْرًا
Artinya :
     Dengan menyebut nama Allah, Segala puji bagi Allah yang menjadikan air ini suci.

Do’a  Membasuh Kedua Pergelangan Tangan

اَللّهُمَّ احْفَضْ يَدَيَّ مِنْ مَعَاصِيْكَ كُلِّهَا
Artinya :
Ya allah aku berlindung atas kedua tangan ku dari berbagai maksiat.

Do’a Berkumur

اَللّهُمَّ اسْقِنِيْ مِنْ حَوْضِ نَبِيَّكَ مُحَمّدٍصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَأْسًالَااَظْمَأُبَعْدَهُ اَبَدًا
Artinya :
     Ya allah beri minumlah aku dari telaga nabimu (Muhammad SAW) satu gelas yang tida akan haus selamanya.

Do’a Membasuh Hidung

اَللّهُمَّ اَرِحْنِىْ رَائِحَةَ الْجَنَّةَ
Artinya :
     Ya allah Harumilah aku dengan keharuman surga.

Niat Wudlu

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْاَصْغَرِ فَرْضًا لِلّهِ تَعَالَى

Artinya :
      Niat aku berwudlu untuk menghilangkan hadats kecil Fardlu karna Allah ta’ala.

Do’a Membasuh Muka

اَللّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِىْ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ
Artinya :
     Ya allah putihkanlah wajahku pada hari ketika (Qiamat) wajah-wajah menjadi putih (berseri) dan wajah-wajah menjadi hitam legam.

Do’a Membasuh Tangan Kanan

اَللّهُمَّ اَعْطِنِىْ كِتَابِىْ بِيَمِيْنِىْ وَحَسِبْنِيْ حِسَابًايَسِيْرًا
Artinya :
     Ya allah berikanlah kitabku (Catatan amal) dengan tangan kanan dan hisablah aku dengan hisaban yang ringan.

Do’a Membasuh Tangan Kiri

اَللّهُمَّ لَاتُعْطِنِيْ كِتَابِىْ بِشِمَالِيْ وَلَامِنْ وَرَآءِ ظَهْرِيْ
Artinya :
     Ya allah janganlah engkau berikan kitabku (Catatan amal) pada tangan kiriku dan jangan pula di belakang punggungku.

Do’a Mengusap Kepala

اَللّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ
Artinya :
     Ya allah haramkanlah rambutku dan kulitku atas api neraka

Do’a Membasuh Telinga

اَللّهُمَّ اسْمَعْنِىْ مُنَادِيَ الْجَنَّةِ فِى الْجَنَّةِ مَعَ الْاَبْرَارِ
Artinya :
     Ya allah perdengarkanlah kepada ku pemanggil surga di dalam surga bersama orang-orang yang baik.

Do’a Membasuh Kaki Kanan

09
08
اَللّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِيْ عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ مَعَ اَقْدَامِ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
Artinya :
     Ya allah tetapkanlah kaki ku di atas jalan yang lurus bersama kakai-kaki hambamu yang sholeh.

Do’a Membasuh Kaki Kiri

اَللّهُمَّ اِنِّيْ اَعُوْذُبِكَ اَنْ تَزِلَّ قَدَمِيْ عَلَى الصِّرَاطِ فِى النَّارِ يَوْمَ تَزِلَّ اَقْدَامُ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْمُشْرِكِيْنَ
Artinya :
      Ya allah aku berlindung dari ketergelinciran kakiku di atas jalan di neraka pada hari ketika kaki-kaki orang munafik dan orang-orang musyrik tergelincir.

Do’a Selesai Wudlu


اَشْهَدُاَنْ لَآاِلهَ اِلَّااللّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَ اجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَ اجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ

Bilal Sholat Jum'at dan Dua Hari Raya



Bilal Sholat Jum’at

اِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبٍىِّ يَآاَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْ صَلُّوْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْ تَسْلِيْمًا، مَعَاشِرَالْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، رُوِيَ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِذَاقُلْتَ لِصَاحِبِكَ اَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْاِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْلَغَوْتْ، اِنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْاَيَّامِ، اِذَاصَعِدَالْخَطِيْبُ عَلَى الْمِنْبَرِفَلَايَتَكَلَّمَنَّ اَحَدُكُمْ فَمَنْ يَتَكَلَّمْ فَقَدْ لَغَى فَمَنْ لَغَى فَلَاجُمْعَةَ لَهُ، اَنْصِتُوْاوَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ. (ثَلَاثَ مَرَّاتٍ )

BILAL ‘IDUL FITRI & ADHA

Berikut ini kalimat yang di baca bilal saat sholat ‘ied akan di laksanakan.

اَللّهُ اَكْبَرُ،اَللّهُ اَكْبَرُ،اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ،اَللّهُ اَكْبَرُ،اَللّهُ اَكْبَرُ، لآَاِلَهَ اِلاَّاَللّهُ وَاَللَّهُ اَكْبَرُاَللّهُ اَكْبَرُوَلِلّهِ صَلُّوْ سُنَّةً لِّلعِيْدِ الْفِطْرِ(الْاَضْحَى) رَكَعَتَيْنِ جَامِعَةً رَحِمَكُمُ اللهُ.

Setelah selesai sholat ‘ied bilal berdiri dan membaca kalimat di bawah ini, bilal menghadap jama’ah.

مَعَاشِرَالْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اِعْلَمُوْاَنَّ يَوْمَكُمْ هذَايَوْمُ عِيْدِالْفِطْرِوَيَوْمُ السُّرُوْرِوَيَوْمُ الْمَغْفُوْرِ،اَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ، وَحَرَّمَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامَ، اِذَا صَعِدَ الْخَطِيْبُ عَلَى الْمِنْبَرِاَنْصِتُوْااَثَابَكُمُ اللهُ، وَاسْمَعُوْااَجَارَكُمُ اللهُ، وَاَطِيْعُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ.
Setelah bilal selesai membaca, Imam naik ke mimbar kemudian mengucapkan salam, lalu bilal berbalik menghadap qiblat kemudian membaca sholawat & do’a di bawah ini :

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ، وَعَلَى الِ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ، اَللّهُمَّ قَوِّلْاِسْلَامَ وَالْاِيْمَانَ  مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِالدَّيْنِ، وَاخْتِمْ لَنَامِنْكَ بِالْخَيْرِ،وَيَاخَيْرًالنَّاصِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ،
Setelah tugas bilal selesai, Maka khotib langsung memulai khotbahnya.

Rabu, 23 September 2015

Risalah qurban

Definisi Qurban

Qurban berasal dari kata qarraba – yuqarribu – qurbaanan, yang berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya diartikan sebagai peribadatan dalam bentuk sembelihan binatang qurban dengan binatang yang sudah ditentukan.

Dalam aspek hukum, ibadah qurban bisa dibedakan menjadi ada yang bersifat wajib, dan ada yang bersifat sunnah. Yang pertama disebut “hadyu” yang pelaksanaannya dibebankan untuk dilaksanakan bagi mereka yang melaksanakan ibadah haji tamattu’ dan qiran. Sementara bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji bersifat sunnah yang disebut dengan udhhiyyah (penyembelihan).

Sejarah Singkat Qurban
Sejarah qurban pada dasarnya berawal dari kisah Qabil dan Habil pada masa Nabi Adam a.s. (lihat Q.S. al-Maidah [5]: 27!). Kemudian dipertegas pada peristiwa “qurban” Ibrahim dan Ismail a.s.. ash-Shafat [37]: 102!). dan, dipatenskan menjadi sebuah syariat yang mesti dijalakan oleh umat Islam yang mampu saat ini pada era kenabian Rasulullah, Muhammad saw..

Namun demikian, ibadah qurban yang kita laksanakan adalah berdasarkan millah Nabi Ibrahim. Yaitu ketika Nabi Ibrahim diuji oleh Allah swt. Untuk menyembelih anaknya yang kemudian oleh Allah diganti dengan sembelihan kambing. Jadi, ibadah qurban berawal dari millah Nabi Ibrahim yang kemudian diperbaharui dan disempurnakan oleh syari’at Nabi Muhammad saw..

Tata Cara Qurban
Ibadah qurban yang kita laksanakan, seyogyanya berupaya untuk sesuai dengan apa yang disunnahkan oleh Rasulullah saw. Oleh karena itu, agar ibadah qurban kita diterima oleh Allah swt, harus diperhatikan beberapa hal sebagai tata cara qurban, yaitu:

1.    Waktu penyembelihan harus dilaksanakan setelah kita melaksanakan shalat ‘Id, berbeda dengan zakat fitrah yang harus dibagikan sebelum pelaksanaan shalat ‘Id. Pernah terjadi dalam sejarah, seorang sahabat yang bernama Abu Burdah menyembelih binatang qurban sebelum shalat ‘Id, kemudian Nabi menghukumi daging sembelihannya dengan daging biasa saja bukan daging qurban.

2.   Binatang yang akan disembelih haruslah tidak cacat dan yang gemuk, tapi bukan yang tebal bulunya. Karena ada sebagian masyarakat kita yang mensyarah secara harfiyah sebuah hadits yang mengisahkan ketika ada yang bertanya kepada Nabi tentang “untuk qurban itu?” Kemudian nabi menjawab, “Ini adalah dari millah Ibrahim”. Kemudian sahabat bertanya lagi, “Kami mendapatkan apa dari Qurban?”. Nabi menjawab, “Dari setiap bulu kambing itu ada satu kebaikan”. Hadits ini dipahami bahwa binatang qurban harus banyak bulunya, padahal tidak demikian. Ditambah lagi kalau kita perhatikan dalam sejarah Nabi Ibrahim bahwa binatang sembelihan yang menjadi ganti Nabi Ismail disebut dengan kata dzibhin ‘azhiim (sembelihan yang gemuk).
3.   Mustahiq qurban haruslah diprioritaskan fakir miskin, berbeda dengan pembagian zakat yang menggunakan 8 ashnaf. Bahkan amilin pun tidak mendapat bagian karena Rasulullah pernah melarang untuk memberi upah bagi siapa yang menyembelih binatang qurban. Walaupun di daerah kita selalu saja daging qurban dibagikan secara rata, dan ini pun pernah terjadi pada zaman Rasulullah. Sampai Khalifah Umar pun kebagian daging qurban, tetapi beliau marah ketika menerimanya, lalu Nabi bersabda, “Terima saja, setelah itu terserah kamu untuk diberikan lagi kepada fakir miskin”. Dari sini setidaknya dapat diambil sebuah pesan bahwa setiap ‘Idul Adhha semua orang dituntut untuk berkurban. Sampai kalau kita buka kitab-kitab fikih akan kita dapati sebuah kisah untuk menampakkan spirit pengorbanan sampai-sampai mereka (sahabat yang miskin) menyembelih seekor ayam lalu dibagikan kepada yang lebih miskin dari mereka, jelas ini bukan sembelihan qurban tetapi kita lihat spirit pengorbanannya.

4.   Mensedekahkan seluruh bagian dari hasil sembelihan. Sebagaimana Nabi pernah memerintahkan kepada Sayyidina Ali untuk membagi-bagikan daging, kulit, sampai aksesoris untuk bisa dibagikan, disedekahkan dan dinikmati.

Jika tidak memperhatikan hal-hal di atas, maka dikhawatirkan sembelihan tersebut akan jatuh kepada daging/sembelihan biasa, bukan qurban.


Hikmah disyari’atkannya ibadah qurban bisa dilihat dari tiga aspek, yaitu:
Pertama, aspek ketaatan kepada syari’at (ajaran).

Kedua, aspek pengorbanan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri.

Ketiga, aspek sosial dilihat dari prioritas pembagian daging qurban, yaitu kepada para faqir miskin.

Kalau melihat kondisi masyarakat sekarang, makin banyak saudara kita yang tergolong masyarakat miskin dan masih memerlukan bantuan kita. Ketika pendistribusian daging qurban dibagikan ke daerah-daerah miskin atau terpencil, hal tersebut akan mempunyai nilai (pahala) lebih dari ibadah qurban yang kita laksanakan. Setidaknya akan mengikis sifat riya, ingin dilihat bahwa saya berkurban. Apalagi ketika dilihat dari nilai-nilai ukhuwah, ketika dibagikan ke daerah-daerah terpencil maka prinsip kaljasadil waahid (bagaikan satu tubuh) akan tercipta. Dengan kata lain saudara kita di sana akan merasa diperhatikan oleh saudaranya sesame muslim yang memiliki kelebihan harta. Jadi sudah saatnya kita mengubah tata cara penyembelihan yang selalu terpusat di perkotaan yang notabene selalu terjadi penumpukan daging qurban, kepada distribusi qurban ke pelosok-pelosok  daerah yang miskin dan terpencil.

Kita juga hendaknya meneladani Nabi Ibrahim sebagai “Insan Qurban”. Sebagaimana kita lihat dari mulai kisah pengorbanan diri untuk dibakar, pengorbanan beliau ketika berda’wah yang dilandasi kesabaran, punya anak harus disembelih, dan banyak hal lainnya lagi yang setidaknya harus menjadi spirit pengorbanan bagi kepentingan agama ataupun umat.

Dalil-dalil Disyariatkannya Ibadah Qurban

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,


فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu, dan berqurbanlah.” [Al-Kautsar: 2]

Allah Subhânahû wa Ta’âlâ berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan saya adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah).’.” [Al-An’âm: 162-163]

Allah Subhânahû wa Ta’âlâ menjelaskan pula bahwa berqurban adalah perkara yang disyariatkan pada seluruh agama sebagaimana dalam firman-Nya ‘Azza wa Jalla,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا
“Dan bagi tiap-tiap umat, telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah (Allah) rezekikan kepada mereka. Maka Rabb kalian ialah Rabb yang Maha Esa. Oleh karena itu, berserahdirilah kalian kepada-Nya.” [Al-Hajj: 34]

Allah ‘Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa ibadah agung ini adalah salah satu simbol syariat-Nya sebagaimana dalam firman-Nya,

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Dan telah Kami jadikan unta-unta itu untuk kalian sebagai bagian dari syiar Allah, yang kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian, apabila (unta-unta itu) telah roboh (mati), makanlah sebagiannya serta beri makanlah orang yang rela dengan sesuatu yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu untuk kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” [Al-Hajj: 36-37]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mensyariatkan ibadah qurban melalui ucapan, perbuatan, serta penetapan beliau.

Syariat berdasarkan ucapan beliau tersirat dari sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapa yang menyembelih sebelum shalat, sembelihannya hanyalah untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembelih setelah pelaksanaan shalat (‘Id), nusuk-nya (sembelihannya) telah sempurna dan ia telah mencocoki sunnah kaum muslimin.” [1]

Syariat berdasarkan perbuatan beliau terurai dari penuturan Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu,

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا.
“Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua kambing jantan yang amlah[2]. Beliau menyembelih kedua (kambing) tersebut dengan tangan beliau. Beliau membaca basmalah dan bertakbir serta meletakkan kaki beliau di atas badan kedua (kambing) itu.” [3]

Adapun berdasarkan penetapan (persetujuan) beliau, hal tersebut bisa dipahami dari hadits Jundub bin Sufyah Al-Bajaly radhiyallâhu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Saya menyaksikan ‘Idul Adha bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Tatkala menyelesaikan shalat bersama manusia, beliau melihat seekor kambing yang telah disembelih. Lalu, beliau bersabda,

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ.
“Barangsiapa yang menyembelih sebelum pelaksanaan shalat (‘Id), hendaknya ia menyembelih kambing (lain) sebagai pengganti, dan barangsiapa yang belum menyembelih, hendaknya dia menyembelih dengan (menyebut) nama Allah.” [4]

Hikmah Ibadah Qurban

1. Menegakkan peribadahan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Allah Subhânahû wa Ta’âlâ menjelaskan ibadah qurban sebagai salah satu bentuk penegakan perintah dan penyerahan diri kepada-Nya sebagaimana dalam firman-Nya,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan saya adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’.” [Al-An’âm: 162-163]

Allah Subhânahû wa Ta’âlâ juga menjelaskan bahwa berqurban adalah ibadah yang agung bila disertai dengan takwa dan keikhlasan sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging dan darah (unta) itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya.” [Al-Hajj: 37]

2. Sebagai lambang kesyukuran seorang hamba terhadap nikmat Allah Subhânahû wa Ta’âlâ.

Allah Subhânahû wa Ta’âlâ berfirman,

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan sesuatu yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur.” [Al-Hajj: 36]

3. Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihis salâm.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ. فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ. وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ (Anaknya) menjawab, ‘Wahai ayahku, kerjakanlah sesuatu yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sabar.’ Tatkala keduanya telah berserah diri dan (Ibrahim) membaringkan (anak)nya di atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia, ‘Wahai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami menebus (anak itu) dengan seekor sembelihan yang besar.” [Ash-Shaffât: 102-107]

Catatan Kaki :

[1]Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari Al-Barâ` bin Azib radhiyallâhu ‘anhumâ dan Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu.

[2]Kambing amlah adalah kambing yang berbulu putih dan hitam, tetapi bulu putihnya lebih mendominasi. Demikian keterangan Al-Kisâ’iy. Adapun menurut Ibnul ‘Araby, itu adalah kambing yang bersih nan putih. Demikian nukilan Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny.

[3]Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim.

[4]Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, dan An-Nasâ`iy.

Setelah mengetahui keutamaan yang terdapat pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, berikut ini berbagai macam ibadah yang disyariatkan untuk dikerjakan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah tersebut :

1. Haji dan Umroh

Haji dan Umroh merupakan dua ibadah yang paling utama untuk dikerjakan, banyak hadits Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam yang menunjukkan keutamaannya.
Diantaranya adalah sabda Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam :

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Umroh ke umroh berikutnya adalah penghapus dosa yang ada diantara keduanya, dan Haji Mabrur tidak ada balasannya kecuali syurga. [HR. Buhkori dan Muslim dari Abu Huroirah Radhiallohu 'anhu]

2. Puasa

Puasa bisa dilakukan mulai tanggal 1 Dzulhijjah sampai tanggal 9 Dzulhijjah, Puasa juga merupakan ibadah yang utama karena Allah pilih khusus untuk diri-Nya sebagaimana dalam hadits Qudsi, Allah Subhanahu wata'ala berfirman :

الصَّوْمُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى
Puasa itu untuk-Ku, Aku akan (langsung) memberikan balasannya terhadap puasa tersebut, karena (dia orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya serta makan dan minumnya karena Aku. [HR. Bukhori dari Abu Huroirah Radhiallohu 'anhu]

Dalam hadits yang lain dari Abu Sa'id Al Khudry, Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :

مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْماً في سَبِيلِ اللهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِذَلِكَ اليَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفَاً
Tidak ada seorang hamba-pun yang berpuasa satu hari dijalan Allah, kecuali Allah jauhkan wajahnya dari neraka karena puasanya pada hari tersebut sejauh tujuh puluh tahun. [Muttafaq alaih]

Puasa yang sebaiknya tidak ditinggalkan adalah puasa pada hari Arafah. Imam Muslim Rahimahullah telah meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Qotadah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده
Puasa Arafah, Aku berharap kepada Allah Subhanahu wata'ala agar menghapus dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa sebagian Istri Nabi berkata :

{ كان رسول الله يصوم تسع ذي الحجة، ويوم عاشوراء، وثلاثة أيام من كل شهر } [رواه الإمام أحمد وأبو داود والنسائي]
Adalah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada tanggal sembilan dzulhijjah, dan berpuasa pada hari Asy Syuro, serta berpuasa tiga hari pada setiap bulan. [HR. Ahmad, Abu Daud dan An Nasa'i]

3. Takbir dan Dzikir

Berdasarkan Firman Allah Subhanahu wata'ala :

{وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ} [الحج: 28]
dan supaya mereka berdzikir menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan [Al Hajj (22):28]

Maksud "pada hari yang telah ditentukan" dalam ayat diatas adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sebagaimana penafsiran para Ulama.

Para Ulama juga menganjurkan untuk memperbanyak takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiallohu 'anhuma yang diriwayatkan Imam Ahmad Rahimahullah, disebutkan dalan hadits tersebut :

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد
Perbanyaklah pada hari-hari tersebut berupa Tahlil, Takbir dan Tahmid.

4. Taubat serta Menjauhi Maksiat dan Dosa

Dengan taubat serta menjauhi maksiat dan dosa diharapkan seluruh amal ibadah yang dikerjakan mendapatkan balasan berupa ampunan dan rahmat Allah Subhanahu wata'ala, karena maksiat merupakan sebab jauh dan tersingkirnya seseorang dari Allah Subhanu wata'ala. Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :

ان الله يغار وغيرة الله أن يأتي المرء ما حرم الله عليه
Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu pada seseorang yang mengerjakan apa yang Allah telah haramkan atasnya. [Muttafaq alaih]

5. Membiarkan Rambut dan Kuku

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dan Imam-Imam lainnya Rahimahumullah, dari Ummu Salamah Radhiallohu 'anha, bahwasanya Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :

إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضّحي فليمسك عن شعره وأظفاره
Apabila kalian telah mendapati hilal (hari pertama) Dzulhijjah sementara seseorang diantara kalian ingin menyembelih qurban, maka hendaknya dia menahan (membiarkan) rambut dan kukunya.

Dalam riwayat yang lain disebutkan :

فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي
Maka hendaknya dia tidak mengambil (mencukur/memotong) rambut dan kukunya sampai dia menyembelih (Qurbannya).

Barangkali hal ini serupa dengan orang yang menggiring qurban dalam firman Allah Subhanahu wata'ala :

{وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ} [البقرة: 196]
dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. [Al baqoroh (2):196]

6. Shalat

Shalat merupakan ibadah pendekatan diri kepada Allah yang juga utama dan mulia, sebagaimana secara umum disebutkan dalam hadits Tsauban Radhiallohu 'anhu bahwa beliau mendengar Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :

{ عليك بكثرة السجود لله فإنك لا تسجد سجدة إلا رفعك إليه بها درجة، وحط عنك بها خطيئه } [رواه مسلم]
Hendaknya engkau memperbanyak sujud (sholat) ikhlas kepada Allah, karena sesungguhnya tidaklah engkau melakukan sekali sujud, kecuali Allah mengangkatmu satu derajat kepadanya karena sujud yang engkau lakukan tersebut, dan dia menghapus satu kesalahan darimu karena sujud yang engkau lakukan tersebut. [HR Muslim]

Selain melaksanakan shalat secara umum, hendaknya seorang muslim bersungguh-sungguh dan bersemangat untuk menunaikan shalat hari raya, dimanapun dia berada, menghadirkan hati ketika mendengar khotbah dan mengambil hikmah dan faidah darinya.

6. Menyembelih Qurban

Hal ini berdasarkan perintah Allah Subhanahu wata'ala dalam firman-Nya :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ [الكوثر:2]
Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. [Al Kautsar (108):2]

Dalam ayat lain Allah subhanahu wata'ala mengisyaratkan tentang ibadah qurban ini dalam firman-Nya :

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ [الحج:36]
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah. [Al Hajj (22):36]

7. Sedekah

Sangat dianjurkan di dalam hari-hari di bulan dzulhijjah ini untuk bersedekah, terutama bagi yang menyembelih hewan qurban agar menikmati hewan qurbannya dan menyedekahkan sebahagiannya, sebagaimana dalam Firman Allah subhanahu wata'ala :

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ [الحج:28]
Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.[Al Hajj (22):28]

Bahkan bukan hanya bersedekah kepada orang-orang fakir miskin yang memang membutuhkan bantuan dan uluran tangan, tapi juga memberi hadiah kepada orang-orang yang berkecukupan, merasa cukup atau Qona'ah dengan rezki yang Allah berikan, sebagaimana dalam Firman Allah Subhanahu wata'ala :

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ [الحج:36]
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. [Al Hajj (22):36]

Demikianlah beberapa amal sholeh yang hendaknya dikerjakan di bulan Dzulhijjah, dimana dengan terkumpulnya Amal Ibadah tersebut dalam satu waktu merupakan salah satu keistimewaan bulan dzulhijjah, sebagaimana perkataan Ibnu Hajar dalam Kitabnya Fat-hul Bary :

والذي يظهر أن السبب في امتياز عشر ذي الحجة لمكان اجتماع أمهات العبادة فيه، وهي الصلاة والصيام والصدقة والحج، ولا يأتي ذلك في غيره.
Dan yang sangat jelas menunjukkan keistimewaan sepuluh hari pertama bulan dzulhijjah adalah; karena menjadi tempat berkumpulnya ibadah-ibadah pokok pada hari-hari tersebut, yaitu Sholat, Puasa, Sedekah dan haji, dan tidak mungkin dilaksanakan ibadah-ibadah tersebut di bulan yang lain.

Di dalam Al Qur’an, Allah ta’ala berfirman,

وَالْفَجْرِ * وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi waktu fajar dan demi malam yang kesepuluh.” (Al-Fajr : 1-2)

Al Imam Ibnu Katsir berkata,

“Malam-malam yang kesepuluh maksudnya adalah sepuluh Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Azzubair, Mujahid, dan banyak dari ulama salaf dan khalaf.”

Setelah menyebutkan sejumlah ucapan ulama tafsir tentang ayat di atas, seorang mufassir ternama, lbnu Jarir rahimahullâh, dalam Tafsir-nya, menyimpulkan bahwa “malam yang sepuluh” tersebut adalah malam sepuluh Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan para ulama tafsir tentang hal tersebut. [Jâmi’ul Bayân 12/559]

Allah ‘azza wajalla juga berfirman,

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan bagi orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj : 28)

Al Imam Ibnu Katsir mengatakan di dalam tafsir beliau tentang ayat ini,

“Ibnu Abbas mengatakan bahwa hari-hari yang ditentukan di sini maknanya adalah hari yang sepuluh (pada awal bulan dzulhijjah). Diriwayatkan pula yang semisalnya dari Abu Musa Al Asy’ari, Mujahid, Atha’, Said bin Jubair, Al Hasan, Qatadah, Adh Dhahhak, Atha’ Al Khurasani serta Ibrahim An Nakha’i. Demikian pula madzhab Asy Syafi’i dan yang masyhur dari Imam Ahmad bin Hanbal.”

Berdasarkan keterangan-keterangan dari dua ayat di atas, bisa disimpulkan bahwa sepuluh hari Dzulhijjah merupakan hari-hari yang memiliki fadhilah yang sangat besar bagi kaum muslimin.

Selain itu, bila kita memperhatikan berbagai ibadah yang disyariatkan pada sepuluh hari Dzulhijjah ini, akan tampak dengan jelas berbagai keistimewaan sepuluh hari tersebut. Al-­Hafizh Ibnu Hajar rahimahullâh berkata, “Yang tampak adalah bahwa keistimewaan sepuluh hari Dzulhijjah adalah karena (hari-hari itu merupakan) tempat berkumpulnya pokok-pokok ibadah, yaitu shalat, puasa, shadaqah dan haji, yang hal tersebut tidaklah terjadi pada (hari-hari) lain.” [Fathul Bâry 2/460]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan keutamaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Hal tersebut dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(( مَا مِنْ أيَّامٍ ، العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هذِهِ الأَيَّام )) يعني أيام العشر . قالوا : يَا رسولَ اللهِ ، وَلاَ الجِهَادُ في سَبيلِ اللهِ ؟ قَالَ : (( وَلاَ الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيءٍ ))
“Tiada hari yang amalan shalih padanya lebih Allah cintai daripada amalan di hari-hari ini. Yaitu sepuluh hari (di bulan Dzulhijjah). Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya yang kemudian tidak kembali dari hal itu sedikit pun.” (HR. Al Bukhari)

Juga menunjukkan akan keutamaan sepuluh hari pertama dzulhijjah karena Di dalamnya ada hari Arafah. Hari Arafah adalah adalah hari Haji Akbar, hari diampuninya dosa dan pembebasan dari api neraka, jika tidak ada di sepuluh pertama bulan Dzulhijjah kecuali hari Arafah maka hal itu sudah cukup sebagai satu keutamaan.

Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْـمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“(Puasa Arafah) menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda :


مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ
“Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba dari api neraka, lebih banyak daripada di hari Arafah.” (HR. Muslim)

Selain itu di dalam sepuluh hari pertama dzulhijjah ada hari Nahr (tanggal 10 Dzulhijjah). Hari itu merupakan hari yang paling utama di dunia menurut pendapat sebagian para ulama Rasulullah bersabda
:

أَعْظَمُ الْأَياَّمِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ النَّحْرِ، ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ [رواه أبو داود والنسائي وصححه الألباني]
“Hari yang paling utama di dunia adalah hari Nahr kemudian hari Qorr.” [HR. Abu Daud dan Nasa’i dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani]

Demikianlan beberapa keterangan yang menjelaskan dan membuktikan akan keutamaan sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, semoga Allah subhanahu wata'ala senantiasa memberikan taufiq dan hidayah-Nya untuk dapat meraih keutamaan pada hari-hari tersebut.